Sederet Pertanyaan yang Tak Terucap
“Entah mengapa hujan begitu syahdu. Membawa material-material rindu yang membuat otak merangkai kenangan yang tersimpan lama. Menghirup dalam-dalam aroma tanah yang basah bak pecinta kopi merindukan rasa pahitnya.” Hari ini hujan turun. Aku duduk di bangku taman kota dengan payung besar yang melindungiku dari derasnya air dari langit. Sendiri menikmati aroma tanah yang sudah lama tak diguyur hujan. “Maaf mba aku ikut berteduh di sini ya.” Seorang pemuda tampan duduk di sebelahku dengan jarak setengah meter. Aku mengangguk mengiyakan. Hei! Dia pemuda itu, kakak Gisel. Ya, aku masih ingat sekali wajahnya. Dari mana dia, hendak kemana. Ah aku tak berani membuka obrolan lebih dulu. Biarlah aku menunggunya mengucap sepatah kata demi memancingku untuk bertanya. Sepuluh menit, hujan masih saja deras. Dingin mulai merasuk ke sela-sela kerah baju yang kupakai. Hari ini aku memakai kaos pendek berkerah dan celana panjang berbahan kaos. Lengkap dengan sepatu olah raga dan handuk y